SELAMAT DATANG DI BLOG PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE KOMISARIAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG--WWW.SHTERATEUNDIP.BLOGSPOT.COM-- GREETINGS BROTHERHOOD

Sabtu, 04 Oktober 2008

PUASA RAMADHAN USAI, WHAT NEXT?

PUASA RAMADHAN USAI, WHAT NEXT?
(Gagasan D. Sumarjono, Pembina UKM SH Terate Undip, 2008).

Sekali lagi ini hanya gagasan, jadi ya bolehlah dikomentari siapapun, dimanapun, kapanpun. Gagasan bukan doktrin apalagi dogma (yang takboleh digugat), siapapun boleh menggugat baik oleh penguasa apalagi pengusaha he..he. Ambillah hikmahnya kata orang bijak.

Puasa ramadhan telah usai, kata lain kita telah usai mengadakan LATIHAN mengendalikan hawa nafsu yang menjadi TABIR selubung hati nurani. Tabir itu mampu menutupi diri untuk mengenal keberadaan Tuhan YME. Sudahkah kita mengenal Tuhan dalam Hati Kita? Jika sudah maka kita seharusnya menjadi orang yang mengikuti perintahNya dan meninggalkan yang dilarang Nya. Jika belum maka kita harus MENGADAKAN LATIHAN lagi. Bagi kita yang berusaha menjadi orang Setia Hati (SH er kata mas R.B, Wiyono), bagaimana berlatihnya? Apa ya puasa terus? Disinilah letak persoalan bagi Lembaga/organisasi yang mengajak /membimbing warganya dalam mengenal diri-pribadi/bukan diri (ini kata mas Sakti) tapi mengajarkan pencak-silat (baca pinter ”Gelut”)

Gagasan penulis, tentu ada metoda selain puasa. Secara umum orang Jawa suka LELAKU, mungkin dengan menelusuri dan merasakan tempat-tempat keramat/karomah, merasakan lebatnya hutan, ganasnya ombak laut, dinginnya pegunungan, panasnya pantai, sukarnya pendakian puncak gunung, dll. Orang Jawa percaya ” Ngelmu iku, Kelakone kanthi laku, Lekase kanthi khas, Tegese khas nyantosani, Setya budya, Pangekese dur angkara.(Pocung, Wedhatama). Bagi SH Terate, yang keberadaannya bukan sebagai lembaga Agama, bukan pula Aliran Kepercayaan/Kejawen padahal ikut serta mendidik manusia berbudi luhur maka METODA PERNAFASAN lah yang secara praktis (dan konsisten) mampu menjembatani proses pengenalan diri-pribadi. Tidak aneh kiranya jika pencak silat diajari tata-cara pernafasan. (maaf ya penulis dulu memang tidak diajari, cuma melihat saudara-saudara di Ngawi).

Secara umum, hemat penulis tata-cara pernafasan dilakukan untuk kenal kekuatan non fisik/supra/metafisik/alam/(”Tenaga Dalam”ver. Penulis) dan memanfaatkannya untuk tujuan : 1) Kekuatan diri, 2) Pengendalian diri, 3)Penyerahan Total kepada Sang Pencipta dan semuanya meNYERTAKAN Olah Rasa. Tujuan kekuatan diri memang memungkinkan menjadi sombong dan suka memaksakan kehendak. Tujuan pengendalian diri dapat menjadikan perilaku harmonis (seperti bunga Terate) dan hidup sehat. Tujuan penyerahan diri dapat menjadikan mengerti akan causa prima dan bagaimana seharusnya hidup ini berperilaku sesuai yang diTULISKANNYA. Bagi warga SH Terate, sebaiknya pernafasan tujuan 1 hanya kenal saja agar punya wawasan luas, perlu diingat pitutur leluhur Jawa dalam tembang sbb: Kekerane Ngelmu karang, Kekarangan saking bangsane ghaib, Iku boreh paminipun, Tan rumasuk ing jasad, Poma aja den gegulang kaki, Yen kepengkok pancabaya, Ubayane mbalenjani. (Pangkur-Wedhatama). Pernafasan tujuan 2 dan 3 sangat ditekankan untuk diajarkan. Berikut ini pitutur leluhur Jawa dalam tembang (Dhandanggula-Wulangreh): Sasmitane ngaurip puniki, Mapan ewuh yen ora weruha, Tan jumeneng ing uripe, Akeh kang ngaku-aku, Pangrasane wis den udani, Nanging durung weruh ing rasa, Rasa kang satuhu, Rasaning rasa punika, Upayanen darapon sampurna ugi, Ing kauripanira. Kemudian tembang pocung-Dewa Ruci : Dipun Emut, Sira asal saka Ingsun, Yogya traping tekad, Kudu wangsul mring Hyang Widhi, Dadi tatag, Mulih mula mulanira.

Bagaimana di SH Terate? KENYATAAN di Tk 1 diajari pernafasan (tapi gak mudheng) dengan tanpa sadar menghasilkan kekuatan phisik, ini malah berbahaya.Tk 2 masih diajari pernafasan untuk kekuatan phisik dan sedikit ”kenal”pengendalian diri (apa ya dilatih setiap hari?). Bukti ini, terlihat dari tata cara ”salaman” sah-sahan tk 1 yang dapat ditengarai sebagai tanda (bagi yang ngerti tenaga dalam) proses ”penyaluran Tenaga Dalam” dengan memaksakan kekuatan diri. Pemaksaan ini dapat menjadi sebab rusaknya diri juga orang lain ( Sadar atau tidak ya?) . Pada Tk 3 mestinya tata-nafas yang terakhir, mohon maaf penulis tidak tahu lo he.. he harap maklum. (kira-kira Indikator/tandanya apa hayoo??!!).

Mas Sakti (Jkt) berpendapat bahwa 3 tahap proses mengenal diri pribadi ”sampai jadi” lebih urgen dibanding tingkatan formal : tingkat 1, 2, dan 3 seperti yang berlaku saat ini, dan pernafasan tujuan 1 ndak perlu mengingat pitutur Wedhatama (tembang diatas sering ditembangkan oleh Ibu Mas Imam alm). Mas Prasetyo (Jkt) juga berpendapat bahwa hanya tata-nafas untuk Taqwa yang perlu diajarkan ( harus dan di semua Tingkat?) .... lalu bagaimana pendapat anda?? Selamat berlatih dengan tekun, temen, teteg, tekan..... ingat godaan makin besar. Salam................................NGW,3Oktober2008.


0 komentar:

  © ryanwidhi teratediponegoro by shterateundip.co.cc 2008

Wangsul Maleh Dateng Inggil